Teknologi dan militer

Pada abad ke-12 dan ke-13, Eropa berhasil mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan inovasi-inovasi terkait metode produksi. Kemajuan-kemajuan besar di bidang teknologi mencakup reka cipta kincir angin, pembuatan jam-jam mekanik yang pertama, usaha penyulingan minuman keras, dan penggunaan astrolab.[229] Kacamata berlensa cekung diciptakan sekitar tahun 1286 oleh seorang pengrajin Italia yang tidak diketahui namanya. Pengrajin ini mungkin membuka usaha kriyanya di kota Pisa atau di daerah sekitar kota itu.[230]

Rekayasa sistem rotasi tiga lahan untuk budi daya tanaman[157][Z] memperbesar tingkat pemanfaatan lahan dalam setahun dari setengah luas lahan berdasarkan sistem rotasi dua lahan yang lama menjadi dua pertiga luas lahan berdasarkan sistem yang baru, sehingga produksi pangan juga meningkat.[231] Pengembangan luku berat memungkinkan tanah yang lebih padat dapat digarap secara efisien, didukung oleh meluasnya pemakaian kerah kuda yang menyebabkan pemanfaatan tenaga lembu sebagai penghela beban tergantikan oleh tenaga kuda. Kuda lebih gesit daripada lembu dan tidak perlu digembalakan di padang yang luas, sehingga turut mendukung penerapan sistem rotasi tiga lahan.[232]

Pembangunan katedral-katedral dan puri-puri memajukan teknologi pendirian bangunan, sehingga memungkinkan pembangunan gedung-gedung batu berukuran besar. Bangunan-bangunan penunjang yang didirikan kala itu mencakup balai-balai kota, rumah-rumah, jembatan-jembatan, dan lumbung-lumbung perpuluhan.[233] Pembuatan kapal semakin berkembang berkat penggunaan metode pemasangan papan lambung pada gading-gading sebagai ganti sistem sambungan purus peninggalan Romawi. Kemajuan lain di bidang perkapalan adalah pemakaian layar sabang dan kemudi cawat yang meningkatkan laju pergerakan kapal layar.[234]

Di bidang kemiliteran, pengerahan prajurit pejalan kaki dalam satuan-satuan tugas khusus semakin meningkat. Selain barisan aswasada berperlengkapan berat yang masih merupakan pasukan terbesar, angkatan bersenjata juga mengikutsertakan pasukan pemanah busur silang berkuda, pasukan pemanah busur silang pejalan kaki, pasukan penggali parit, dan pasukan perekayasa.[235] Pemanfaatan busur silang, yang sudah dikenal sejak Akhir Abad Kuno, semakin meningkat. Salah satu penyebabnya adalah semakin seringnya pengepungan dilakukan dalam peperangan pada abad ke-10 dan ke-11.[152][AA] Meningkatnya pemanfaatan busur silang pada abad ke-12 dan ke-13 mendorong pembuatan dan pemanfaatan ketopong berpenutup muka, baju zirah berat yang menutupi sekujur tubuh, dan zirah khusus untuk kuda.[237] Bubuk mesiu dikenal di Eropa pada pertengahan abad ke-13, terbukti dari catatan sejarah yang meriwatkan pemanfaatannya dalam peperangan di Eropa, yakni dalam peperangan antara Inggris dan Skotlandia pada 1304, meskipun hanya sebagai bahan peledak, bukan sebagai obat meriam. Meriam digunakan dalam aksi-aksi pengepungan pada dasawarsa 1320-an, dan senjata api genggam digunakan pada dasawarsa 1360-an.[238]

Fakta Tentang Charlemagne

Kehancuran kerajaan Charlemagne

Charlemagne meninggal dunia pada tahun 814, sejak saat itu kerajaannya tidak bertahan lama. Seluruh kekuatan pemerintahannya mulai memudar.

Tradisi kaum Franka adalah membagi kekuasaan secara merata di antara ahli waris laki-laki. Namun, putra sah Charlemagne yang masih hidup kala itu adalah Louis the Pious.

Ketika ia meninggal pada tahun 840 M, kekaisaran dibagi kepada tiga putra Louis dan kerajaan terus terpecah hingga keturunannya yakni Charles III pada tahun 887 M. Pada saat itu, sebagian besar kekuasaan Charlemagne mulai hilang.

Hingga disebut setelah satu abad setelah kematian Charlemagne, kerajaannya sudah musnah dan tidak ada lagi.

Retaknya Kekaisaran Karoling

Karel Agung berniat meneruskan adat waris Franka dengan membagi wilayah kerajaannya kepada seluruh ahli warisnya, akan tetapi niatnya itu tidak terkabul karena hanya tinggal Ludwig Saleh (memerintah 814–840) yang masih hidup pada 813. Sebelum mangkat pada 814, Karel Agung menobatkan Ludwig menjadi penggantinya. Masa pemerintahan Ludwig sepanjang 26 tahun ditandai beberapa kali pembagi-bagian wilayah Kekaisaran Karoling di antara putra-putranya dan, setelah 829, pecah beberapa kali perang saudara memperebutkan kekuasaan atas berbagai bagian wilayah Kekaisaran Karoling. Selama berlangsungnya perang-perang saudara ini, Ludwig bersekutu dengan salah seorang putranya untuk melawan putranya yang lain. Ludwig akhirnya mengakui putra sulungnya yang bernama Lothar I (wafat 855) sebagai kaisar dan menyerahkan wilayah Italia kepadanya. Ludwig membagi wilayah kekaisaran selebihnya kepada Lothar dan Karel Gundul (wafat 877), putra bungsunya. Lothar menguasai Negeri Franka Timur yang terletak di kedua tepi Sungai Rhein dan membentang sampai ke sebelah timur, sementara Karel menguasai Negeri Franka Barat beserta wilayah kekaisaran di sebelah barat daerah Rheinland dan Pegunungan Alpen. Ludwig Jerman (wafat 876), anak tengah Karel yang tak kunjung jera memberontak, diizinkan menguasai daerah Bayern di bawah suzerenitas abangnya. Pembagian wilayah ini malah menimbulkan pertikaian. Cucu kaisar yang bernama Pipin II dari Aquitania (wafat sesudah 864), bangkit memberontak hendak mengusai Aquitania, sementara Ludwig Jerman berusaha menguasai seluruh Negeri Franka Timur. Ludwig Saleh mangkat pada 840, meninggalkan Kekaisaran Karoling dalam keadaan kacau balau.[109]

Perang saudara selama tiga tahun pun berkecamuk setelah Ludwig Saleh mangkat. Dengan Perjanjian Verdun (843), diciptakan sebuah kerajaan baru bagi Lothar yang terletak di antara Sungai Rhein dan Sungai Rhone sebagai tambahan bagi wilayah Italia yang dikuasainya. Selain itu, Lothar juga diakui sebagai Kaisar. Ludwig Jerman menguasai Bayern dan daerah-daerah di kawasan timur Negeri Franka yang sekarang termasuk dalam wilayah negara Jerman. Karel Gundul mendapatkan daerah-daerah di kawasan barat Negeri Franka yang meliputi hampir seluruh wilayah negara Prancis sekarang ini.[109] Cucu-cucu dan cicit-cicit Karel Agung membagi-bagi lagi wilayah kerajaan-kerajaan mereka kepada anak cucu mereka, sehingga keutuhan wilayah Kekaisaran Karoling pada akhirnya sirna.[110][M] Pada 987, wangsa Karoling tersingkir dari tampuk kekuasaan di Negeri Franka Barat, manakala Hugo Capet (memerintah 987–996) dinobatkan menjadi raja.[N][O] Di Negeri Franka Timur, wangsa Karoling telah punah manakala Raja Ludwig Bocah mangkat pada 911,[113] dan Konrad I (memerintah 911–918), yang tidak memiliki pertalian apa-apa dengan wangsa Karoling, terpilih menjadi raja.[114]

Perpecahan Kekaisaran Karoling terjadi bersamaan dengan invasi, migrasi, dan penyerangan oleh seteru dari luar. Kawasan pantai Samudra Atlantik dan pesisir utara dirongrong oleh orang Viking, yang juga menyerbu serta mendiami Kepulauan Britania dan Islandia. Pada 911, Kepala Suku Viking yang bernama Rollo (wafat sekitar 931) mendapatkan izin dari Raja Orang Franka, Karel Polos (memerintah 898–922) untuk bermukim di daerah yang kini bernama Normandie di negara Prancis.[115][P] Kawasan timur Negeri Franka, khususnya Jerman dan Italia, terus-menerus dirongrong oleh orang Magyar yang baru dapat dikalahkan dalam Pertempuran Lechfeld pada 955.[117] Perpecahan Khilafah Bani Abbas mengakibatkan Dunia Islam terpecah-belah menjadi banyak negara kecil, beberapa di antaranya mulai berusaha meluaskan wilayah kedaulatan sampai ke Italia, Sisilia, dan melewati Pegunungan Pirenia sampai ke kawasan selatan Negeri Franka.[118]

Awal Abad Pertengahan

Tatanan politik Eropa Barat berubah seiring tamatnya riwayat Kekaisaran Romawi bersatu. Meskipun pergerakan-pergerakan suku-suku bangsa yang terjadi kala itu lazimnya digambarkan sebagai “invasi”, pergerakan-pergerakan ini bukan semata-mata merupakan pergerakan militer melainkan juga gerak perpindahan seluruh warga suku-suku bangsa itu ke dalam wilayah kekaisaran.

Pergerakan-pergerakan semacam ini dileluasakan oleh penolakan para petinggi Romawi di wilayah barat untuk menyokong angkatan bersenjata maupun untuk membayar pajak-pajak yang mampu memberdayakan angkatan bersenjata guna membendung arus migrasi. Para kaisar abad ke-5 kerap dikendalikan oleh orang-orang kuat dari kalangan militer seperti Stiliko (wafat 408), Esius (wafat 454), Aspar (wafat 471), Ricimer (wafat 472), dan Gundobad (wafat 516), yakni orang-orang peranakan Romawi atau sama sekali tidak berdarah Romawi.

Meskipun wilayah barat tidak lagi diperintah oleh kaisar-kaisar, banyak di antara raja-raja yang memerintah di wilayah itu masih terhitung kerabat mereka. Perkawinan campur antara wangsa-wangsa penguasa yang baru dan kaum bangsawan Romawi sudah lumrah terjadi. Akibatnya, budaya asli Romawi pun mulai bercampur dengan adat istiadat suku-suku yang menduduki wilayah barat, termasuk penyelenggaraan sidang-sidang rakyat yang semakin memberi ruang bagi warga suku laki-laki yang merdeka untuk urun rembuk dalam perkara-perkara politik, berbeda dari kebiasaan yang dulu berlaku di negeri Romawi.

Barang-barang peninggalan orang Romawi sering kali serupa dengan barang-barang peninggalan suku-suku yang menduduki wilayah barat, dan barang-barang buatan suku-suku itu sering kali dibuat dengan cara meniru bentuk barang-barang buatan Romawi. Sebagian besar budaya tulis dan ilmiah di kerajaan-kerajaan baru itu juga didasarkan kepada tradisi-tradisi intelektual Romawi.

Salah satu perbedaan penting kerajaan-kerajaan baru ini dari Kekaisaran Romawi adalah kian susutnya penerimaan pajak sebagai sumber pendapatan pemerintah. Banyak dari kerajaan-kerajaan baru ini tidak lagi menafkahi angkatan bersenjata mereka dengan menggunakan dana penerimaan pajak, tetapi dengan anugerah lahan atau hak sewa lahan. Dengan demikian, penerimaan pajak dalam jumlah besar sudah tidak diperlukan lagi, sehingga tatanan perpajakan Romawi akhirnya ditinggalkan. Saat itu, perang menjadi sesuatu yang lumrah, baik perang antarkerajaan maupun perang di dalam suatu kerajaan. Angka perbudakan menurun karena pasokan berkurang, dan masyarakat pun semakin bercorak pedesaan.

Invasi-invasi membawa masuk suku-suku bangsa baru ke Eropa, meskipun beberapa kawasan dibanjiri lebih banyak suku bangsa baru dibandingkan dengan kawasan-kawasan lain. Sebagai contoh, suku-suku bangsa yang menginvasi Galia lebih banyak menetap di daerah timur laut daripada di daerah barat daya. Orang Slav menetap di kawasan tengah dan kawasan timur Eropa, serta di Jazirah Balkan.

Menetapnya suku-suku bangsa di suatu kawasan menyebabkan pula perubahan bahasa-bahasa di kawasan itu. Bahasa Latin, bahasa Kekaisaran Romawi Barat, lambat laun tergantikan oleh bahasa-bahasa turunan bahasa Latin, tetapi berbeda dari bahasa Latin, yakni bahasa-bahasa yang kini tergolong dalam rumpun bahasa Romawi. Peralihan dari bahasa Latin ke bahasa-bahasa baru ini berjalan selama berabad-abad.

Bahasa Yunani di sisi lain masih tetap menjadi bahasa Kekaisaran Bizantin, tetapi migrasi-migrasi orang Slav ke Eropa Timur membawa serta bahasa-bahasa rumpun Slav yang menambah keanekaragaman bahasa di wilayah kekaisaran itu.

Tatkala kerajaan-kerajaan baru bertumbuh di Eropa Barat, Kekaisaran Romawi Timur justru tetap utuh dan mengalami kebangkitan perekonomian yang bertahan sampai dengan abad ke-7. Wilayah timur Kekaisaran Romawi ini juga didera invasi, tetapi dalam jumlah yang lebih kecil; sebagian besar terjadi di kawasan Balkan.

Perdamaian dengan Kekaisaran Sasani, musuh bebuyutan Roma, bertahan hampir sepanjang abad ke-5. Hubungan negara dan Gereja juga menjadi semakin akrab di Kekaisaran Romawi Timur, sampai-sampai perkara doktrin Gereja pun menjadi urusan politik negara. Keadaan semacam ini tidak pernah terjadi di Eropa Barat. Salah satu kemajuan yang dicapai di bidang hukum adalah kodifikasi hukum Romawi; upaya kodifikasi yang pertama, yakni penyusunan Kitab Undang-Undang Teodosius (bahasa Latin: Codex Theodosianus), rampung pada 438.

Mosaik yang menampilkan gambar Kaisar Yustinianus bersama Uskup Ravena, para pengawal, dan para bentara.

Pada masa pemerintahan Kaisar Yustinianus (memerintah 527–565), upaya kodifikasi lainnya dilakukan, yakni penyusunan Kumpulan Hukum Sipil (bahasa Latin: Corpus Juris Civilis). Kaisar Yustinianus juga menitahkan pembangunan Hagia Sophia di Konstantinopel, serta mengerahkan bala tentara Romawi di bawah pimpinan Belisarius (wafat 565) untuk merebut kembali Afrika Utara dari orang Vandal, dan merebut kembali Italia dari orang Ostrogoth.

Penaklukan Italia tidak kunjung tuntas akibat merebaknya wabah maut pada 542 yang mendorong Kaisar Yustinianus untuk mengerahkan seluruh kekuatan militer bagi kepentingan pertahanan negara ketimbang bagi usaha-usaha penaklukan sampai masa pemerintahannya berakhir.

Ketika Kaisar Yustinianus mangkat, orang-orang Bizantin telah menguasai sebagian besar wilayah Italia, Afrika Utara, dan sejumlah kecil daerah tempat berpijak di kawasan selatan Spanyol. Upaya Kaisar Yustinianus untuk merebut kembali wilayah-wilayah itu dicela oleh para sejarawan sebagai suatu usaha perluasan wilayah yang melebihi kesanggupan dan membuat Kekaisaran Bizantin menjadi rentan terhadap aksi-aksi penaklukan perdana kaum Muslim.

Meskipun demikian, banyak dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh para pengganti Yustinianus bukan semata-mata disebabkan oleh pengenaan pajak secara berlebihan guna mendanai perang-perang pada masa pemerintahan Yustinianus, melainkan juga disebabkan oleh sifat sipil yang merupakan sifat asasi kekaisaran itu, sehingga kekaisaran sukar untuk merekrut rakyat menjadi prajurit.

Penyusupan orang Slav di wilayah timur Kekaisaran Romawi secara perlahan-lahan ke kawasan Balkan menambah jumlah masalah yang harus dihadapi para kaisar pengganti Yustinianus. Proses penyusupan ini berlangsung sedikit demi sedikit, tetapi pada penghujung era 540-an, suku-suku Slav sudah menduduki Trakia dan Iliria (bahasa Latin: Illyricum), setelah mengalahkan bala tentara kekaisaran di dekat Adrianopel pada 551.

Pada era 560-an, orang Avar mulai meluaskan wilayah kekuasan dari pangkalan mereka di tepi utara Sungai Donau; pada penghujung abad ke-6, orang Avar sudah merajalela di Eropa Tengah dan mampu secara rutin memaksa kaisar-kaisar wilayah timur untuk mempersembahkan upeti. Orang Avar terus merajalela sampai 796.

Masalah lain yang harus dihadapi kekaisaran muncul sebagai akibat dari campur tangan Kaisar Maurisius (memerintah 582–602) dalam sengketa alih kepemimpinan di Persia. Campur tangan Kaisar Maurisius dalam urusan politik Persia ini memang membuahkan hubungan damai antara kedua kekaisaran, tetapi ketika Kaisar Maurisius digulingkan dari takhta, orang-orang Persia kembali menyerang.

Pada masa pemerintahan Kaisar Heraklius (memerintah 610–641), orang-orang Persia telah menguasai sebagian besar wilayah Kekaisaran Bizantin, termasuk Mesir, Suriah, dan Anatolia, sebelum akhirnya dapat dipukul mundur oleh Kaisar Heraklius. Pada 628, Kekaisaran Bizantin berhasil mengikat perjanjian damai dengan Persia dan menguasai kembali seluruh wilayahnya yang pernah direbut.

Puncak Abad Pertengahan

Abad Pembaharuan Karoling

Istana Karel Agung di Aachen menjadi pusat kebangkitan budaya yang adakalanya disebut "Abad Pembaharuan Karoling". Angka melek aksara meningkat, seiring berkembangnya seni rupa, arsitektur, dan tatanan hukum, demikian pula dengan kajian-kajian mengenai liturgi dan kitab suci. Alcuin (wafat 804), rahib Inggris yang diundang ke Aachen, datang membawa pendidikan ala biara-biara Northumbria. Cancellaria, yakni jawatan setia usaha atau kepaniteraan pada masa pemerintahan Karel Agung, menggunakan ragam aksara baru yang kini disebut ragam huruf kecil Karoling.[L] Kebijakan kepaniteraan Karel Agung ini telah memunculkan suatu ragam tulis umum yang mendorong kemajuan komunikasi di hampir seluruh Benua Eropa. Karel Agung mendukung perubahan-perubahan dalam liturgi Gereja, serta mewajibkan penerapan tata ibadat Gereja Roma dan penggunaan kidung Gregorian sebagai musik liturgi Gereja di wilayah kedaulatannya. Salah satu kegiatan utama para cendekiawan kala itu adalah menyalin, memperbaiki, dan menyebarluaskan karya-karya tulis lama, baik karya tulis keagamaan maupun karya tulis sekuler, demi kemajuan pendidikan. Mereka juga menghasilkan sejumlah karya tulis keagamaan dan buku-buku pelajaran yang baru.[107] Para ahli bahasa kala itu mengubah suai bahasa Latin dari ragam klasik warisan Kekaisaran Romawi menjadi ragam yang lebih luwes agar selaras dengan kebutuhan Gereja dan pemerintah. Pada masa pemerintahan Karel Agung, bahasa Latin yang digunakan sudah sangat menyimpang dari ragam klasiknya sehingga kemudian hari disebut bahasa Latin Abad Pertengahan.[108]

Ilmuwan, cendekiawan, dan penjelajahan

Pada Akhir Abad Pertengahan, para teolog seperti Yohanes Duns Skotus (wafat 1308)[AG] dan Gulielmus Orang Ockham (wafat sekitar 1348),[221] memelopori aksi tanggapan terhadap skolastisisme intelektualis, dengan menentang penerapan akal budi pada iman. Pemikiran-pemikiran mereka mengetepikan gagasan "kesemestaan" menurut Idealisme Plato yang lazim dianut kala itu. Pendirian Gulielmus bahwa akal budi bekerja secara terpisah dari iman memungkinkan ilmu pengetahuan dipisahkan dari ilmu teologi dan ilmu filsafat.[304] Di bidang kajian hukum, hukum Romawi kian merambah masuk ke dalam ruang lingkup yurisprudensi yang sebelumnya dikuasai oleh hukum adat. Satu-satunya tempat yang tidak mengalami perkembangan semacam ini adalah Inggris, tempat hukum umum masih diutamakan. Negara-negara lain mengodifikasikan hukum-hukum mereka; kitab-kitab hukum diundangkan di Kastila, Polandia, dan Lituania.[305]

Pendidikan masih lebih tertuju pada pelatihan calon rohaniwan. Pendidikan dasar untuk mengenal huruf dan angka masih menjadi tanggung jawab keluarga atau imam desa, tetapi mata pelajaran sekunder trivium (trimarga, tiga cabang ilmu), yakni tata bahasa, retorika, dan logika, dipelajari di sekolah-sekolah katedral atau sekolah-sekolah pemerintah kota. Sekolah-sekolah dagang sekunder bermunculan di mana-mana, bahkan beberapa kota di Italia memiliki lebih dari satu sekolah semacam ini. Universitas-universitas juga juga didirikan di seluruh Eropa pada abad ke-14 dan ke-15. Tingkat melek aksara umat awam meningkat, tetapi masih tergolong rendah; menurut salah satu perkiraan, tingkat melek aksara mencapai 10% untuk laki-laki dan 1% untuk perempuan pada tahun 1500.[306]

Penerbitan karya-karya sastra dalam bahasa rakyat mengalami peningkatan. Pada abad ke-14, Dante Alighieri (wafat 1321), Petrarka (wafat 1374), dan Giovanni Boccaccio (wafat 1375) menghasilkan karya tulis dalam bahasa Italia, Geoffrey Chaucer (wafat 1400) dan William Langland (wafat sekitar 1386) menghasilkan karya tulis dalam bahasa Inggris, sementara François Villon (wafat 1464) dan Christine de Pizan (wafat sekitar 1430) menghasilkan karya tulis dalam bahasa Prancis. Sebagian besar karya tulis yang dihasilkan kala itu masih berupa karya-karya tulis yang bertema agama, dan meskipun sebagian besar di antaranya masih ditulis dalam bahasa Latin, mulai muncul pula permintaan untuk riwayat-riwayat orang kudus dan karya-karya tulis terkait devosi lainnya yang disusun dalam bahasa-bahasa rakyat.[305] Peningkatan permintaan untuk karya-karya tulis berbahasa rakyat ini dipicu oleh kian maraknya gerakan Devotio Moderna. Gerakan pembaharuan di bidang keagamaan ini semakin mengemuka dengan dibentuknya paguyuban Saudara-Saudara Hidup Bersama (bahasa Latin: Fratres Vitae Communis), tetapi juga menonjol dalam karya-karya tulis yang dihasilkan oleh tokoh-tokoh kebatinan Jerman seperti Meister Eckhart dan Yohanes Tauler (wafat 1361).[307] Teater juga berkembang dalam bentuk pertunjukan sandiwara-sandiwara mukjizat yang digelar oleh Gereja.[305] Pada penghujung kurun waktu Akhir Abad Pertengahan, penciptaan mesin cetak sekitar tahun 1450 mendorong didirikannya balai-balai penerbitan di seluruh Eropa pada 1500.[308]

Pada awal abad ke-15, negara-negara di Jazirah Iberia mulai mendanai usaha-usaha penjelajahan di luar tapal batas Eropa. Pangeran Henrique Sang Navigator dari Portugal (wafat 1460) melepas rombongan-rombongan ekspedisi jelajah yang menemukan Kepulauan Kenari, Azores, dan Tanjung Verde pada masa hidupnya. Ekspedisi-ekspedisi jelajah masih terus berlanjut sepeninggal Pangeran Henrique; Bartolomeu Dias (wafat 1500) berhasil berlayar melewati Tanjung Harapan pada 1486, dan Vasco da Gama (wafat 1524) berlayar mengitari Benua Afrika sampai ke India pada tahun 1498.[309] Kerajaan Spanyol, hasil penggabungan Monarki Kastila dan Monarki Aragon, mendanai pelayaran jelajah di bawah pimpinan Kristoforus Kolumbus (wafat 1506) pada tahun 1492 yang akhirnya menemukan benua Amerika.[310] Kerajaan Inggris, pada masa pemerintahan Raja Henry VII, mendanai pelayaran John Cabot (wafat 1498) pada tahun 1497, yang berhasil sampai ke Pulau Tanjung Breton.[311]

Militer dan perkembangan teknologi

Perkembangan-perkembangan utama di bidang militer pada kurun waktu akhir Kekaisaran Romawi meliputi usaha untuk membentuk pasukan-pasukan aswasada yang tangguh, dan usaha berkelanjutan untuk membentuk berbagai macam pasukan khusus. Pembentukan satuan-satuan prajurit bersenjata berat jenis katafrak (berbaju zirah lengkap) menjadi pasukan-pasukan aswasada adalah salah satu hasil reka cipta militer Romawi yang penting pada abad ke-5. Bermacam-macam suku yang menginvasi wilayah Kekaisaran Romawi menonjolkan jenis prajurit andalan yang berbeda-beda, mulai dari pasukan pejalan kaki andalan orang Saksen-Inggris yang menginvasi Britania sampai dengan pasukan-pasukan aswasada yang merupakan bagian terbesar dari bala tentara orang Vandal dan orang Visigoth.[144] Pada permulaan kurun waktu invasi, sanggurdi belum dikenal dan digunakan untuk berperang, sehingga membatasi pendayagunaan pasukan aswasada sebagai pasukan pembidas, karena penunggang tidak mungkin dapat mengayunkan senjata dengan kekuatan penuh sambil berkuda tanpa sanggurdi.[145] Perkembangan terbesar di bidang militer pada kurun waktu invasi adalah peralihan ke pemakaian busur rakitan khas Hun sebagai pengganti busur rakitan khas Skitia yang lebih lemah dan sebelumnya lazim digunakan.[146] Perkembangan lainnya adalah peningkatan pemakaian pedang panjang,[147] dan peralihan bertahap dari pemakaian zirah sisik ke pemakaian zirah rantai dan zirah keping.[148]

Pasukan pejalan kaki dan aswasada semakin kurang diandalkan pada permulaan zaman Kekaisaran Karoling, seiring dengan kian diandalkannya pasukan aswasada khusus berperlengkapan berat. Pengerahan satuan-satuan wajib militer jenis milisi yang berasal dari warga berstatus merdeka (bukan budak belian) kian berkurang pada zaman Kekaisaran Karoling.[149] Meskipun terdiri atas sejumlah besar penunggang kuda, sebagian besar prajurit pada permulaan zaman Kekaisaran Karoling adalah prajurit pejalan kaki yang menunggang kuda, bukan aswasada yang sesungguhnya.[150] Berbeda dari bala tentara Saksen-Inggris yang masih terdiri atas pasukan-pasukan wajib militer daerah yang disebut fyrd, di bawah pimpinan pembesar daerah masing-masing.[151] Salah satu perubahan utama di bidang teknologi militer adalah kemunculan kembali busur silang, yang sudah dikenal pada zaman Kekaisaran Romawi dan digunakan kembali sebagai senjata militer pada penghujung kurun waktu Awal Abad Pertengahan.[152] Perubahan lainnya adalah pengenalan sanggurdi, yang meningkatkan daya guna pasukan aswasada sebagai pasukan pembidas. Salah satu kemajuan teknologi yang juga dirasakan manfaatnya di luar lingkungan militer adalah ladam, yang memungkinkan orang memacu kuda di medan berbatu.[153]

Seni rupa dan arsitektur pada Akhir Abad Pertengahan

Seluruh kurun waktu Akhir Abad Pertengahan di Eropa bertepatan dengan kurun waktu perkembangan kebudayaan Trecento dan kebudayaan Awal Abad Pembaharuan di Italia. Kawasan utara Eropa dan Spanyol masih terus menggunakan langgam seni rupa Gothik yang semakin halus dan rumit pada abad ke-15 sampai menjelang berakhirnya kurun waktu Akhir Abad Pertengahan. Langgam Gothik antarbangsa adalah langgam seni rupa keningrat-ningratan yang menyebar ke hampir seluruh Eropa pada dasawarsa-dasawarsa sekitar tahun 1400. Langgam seni rupa ini menghasilkan sejumlah mahakarya semisal Très Riches Heures du Duc de Berry (Buku Ibadat Harian Teramat Mewah Milik Adipati Berry).[322] Di seluruh Eropa, karya-karya seni rupa sekuler terus mengalami peningkatan jumlah maupun mutu, dan pada abad ke-15, kaum saudagar di Italia dan Flandria menjadi pelindung-pelindung yang penting bagi seni rupa. Saudagar-saudagar ini memesan pembuatan potret-potret diri mereka dalam ukuran kecil yang dilukis dengan cat minyak, dan semakin lama semakin banyak memesan pembuatan barang-barang mewah seperti perhiasan, benian-benian gading, peti-peti cassone (peti-peti mewah berukuran besar), dan tembikar-tembikar mayolika. Barang-barang mewah ini juga mencakup gerabah Hispania-Moresko yang sebagian besar merupakan hasil karya pengrajin-pengrajin tembikar Mudéjar di Spanyol. Meskipun kerabat kerajaan mengoleksi banyak sekali wadah-wadah perlengkapan makan minum, hanya segelintir benda-benda semacam ini yang sintas sampai sekarang, salah satunya adalah Cawan Santa Agnes.[323] Pembuatan kain sutra dikembangkan di Italia sehingga gereja-gereja dan kalangan elit di Dunia Barat tidak perlu lagi bergantung pada sutra impor dari Romawi Timur maupun Dunia Islam. Di Prancis dan Flandria, kerajinan tenun tapestri, yang menghasilkan kumpulan-kumpulan tapestri secorak seperti seperangkat tapestri yang diberi nama La Dame à la licorne (Tuan Putri dan Kuda Bercula), menjadi industri besar dalam bidang pembuatan barang mewah.[324]

Penempatan patung-patung pahatan pada sisi luar gedung-gedung gereja berlanggam Gothik Perdana tergantikan oleh penempatan lebih banyak patung pahatan di dalamnya, manakala makam-makam dibuat semakin indah dan benda-benda lain di dalam gereja semisal mimbar dihiasi dengan ukiran berlimpah, contohnya mimbar gereja Santo Andreas karya Giovanni Pisano. Karya-karya seni penghias altar, baik yang berupa lukisan maupun relief ukiran, menjadi benda yang lumrah dilihat orang, lebih-lebih manakala kapel-kapel samping mulai ditambahkan pada gedung-gedung gereja. Lukisan-lukisan Belanda perdana karya seniman-seniman semisal Jan van Eyck (wafat 1441) dan Rogier van der Weyden (wafat 1464) menyaingi lukisan-lukisan buatan Italia, demikian pula naskah-naskah beriluminasi buatan kawasan utara Eropa yang mulai banyak dikoleksi oleh kalangan elit sekuler pada abad ke-15. Kalangan ini juga memesan pembuatan buku-buku bertema sekuler, teristimewa buku-buku sejarah. Semenjak sekitar tahun 1450, buku-buku cetak dengan cepat menjadi populer meskipun masih mahal harganya. Terdapat sekitar 30.000 edisi berbeda dari incunabula atau karya-karya tulis yang dicetak sebelum tahun 1500,[325] yakni pada masa ketika naskah-naskah beriluminasi hanya dipesan oleh kerabat kerajaan dan segelintir orang dari kalangan lain. Gambar-gambar cetak cukil kayu berukuran sangat kecil, yang hampir semua bertema keagamaan, dipasarkan dengan harga yang terjangkau sejak pertengahan abad ke-15, bahkan kaum tani di pelosok-pelosok utara Eropa sekalipun mampu membelinya. Gambar-gambar cetak gravir (cukil logam), yang lebih mahal harganya dan lebih beragam temanya, dipasarkan di kalangan-kalangan yang lebih mampu.[326]