All Channels MARKET NEWS ENTREPRENEUR SHARIA TECH LIFESTYLE OPINI MY MONEY CUAP CUAP CUAN RESEARCH
All Article Types Artikel Foto Video Infografis
Seperti kita ketahui, bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Namun seiring berkembangnya teknologi, layanan perbankan kini semakin beragam. Tidak hanya sekadar melakukan transaksi seperti transfer dan tarik tunai, kini kamu bisa membeli pulsa hingga kuota murah melalui ATM ataupun secara online.
Tahukah kamu bahwa bank-bank yang kita kenal selama ini ternyata dikelompokkan menurut tingkatannya? Ada bank skala kecil dan ada bank skala besar. Pengelompokan jenis bank ini diatur oleh Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank. Sistem pengelompokan ini dibuat guna meningkatkan daya saing di dalam dunia perbankan agar setiap perusahaan mampu berkembang dan memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh masyarakat di Indonesia.
Aturan tersebut kemudian diperbarui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan keluarnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank.
Kemudian mengacu pada POJK Nomor 12 /POJK.03/2021 tentang Konsolidasi Bank Umum, diatur pula mengenai peningkatan secara bertahap permodalan bank umum, termasuk bank berbadan hukum Indonesia (BHI), bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan kantor cabang luar negri, yakni pemenuhan Modal Inti minimum dan CEMA (Capital Equivalency Maintained Assets) minimum paling sedikit Rp3 triliun paling lambat 31 Desember 2022.
Sebelum adanya pengelompokan bank berdasarkan modal inti (KBMI), pengelompokan bank sebelumnya didasarkan pada kegiatan usaha yang dikenal dengan Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU). Ketentuan mengenai BUKU dapat ditemukan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012. Di dalam PBI tersebut tercantum 4 kategori BUKU mulai dari BUKU 1 hingga BUKU 4.
BUKU 1 merupakan kategori terendah, sedangkan BUKU 4 termasuk kategori tertinggi dibanding BUKU lainnya. Agar kamu dapat lebih memahami perbandingan modal inti setiap kategori, berikut rinciannya:
BUKU 1: Modal inti sampai dengan 1 triliun rupiah.
BUKU 2: Modal inti lebih dari 1 triliun rupiah hingga 5 triliun rupiah.
BUKU 3: Modal inti lebih dari 5 triliun rupiah hingga 30 triliun rupiah.
BUKU 4: Modal inti lebih dari 30 triliun rupiah.
Karena adanya perbedaan dalam kepemilikan modal inti, maka tiap-tiap kategori memiliki kelengkapan layanan dan cakupan wilayah yang berbeda-beda. Untuk bank yang masuk ke dalam kategori BUKU 1 dan 2, wilayah kerjanya hanya mencakup wilayah nasional saja. Sementara kategori BUKU 3 dan 4 memiliki fasilitas layanan yang lebih lengkap dan bisa melayani urusan perbankan hingga ke luar negeri.
Dengan adanya pengelompokan ini, bank umum senantiasa terpacu untuk meningkatkan modal intinya sehingga level kategorinya juga bisa meningkat. Peningkatan kategori ini ini tentu saja akan berpengaruh terhadap cakupan kegiatan usaha yang lebih luas. Pada gilirannya, potensi pendapatan yang bisa diperoleh bank akan lebih besar.
Sejak tahun 2021, OJK tidak lagi mengklasifikasikan bank-bank umum di Indonesia berdasarkan Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 1, 2, 3, dan 4. OJK kini menggunakan klasifikasi Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI).
Dalam aturan terbarunya, OJK menaikkan modal minimal bank di tiap kategorinya. Mengapa penentuan modal inti begitu penting? Karena hal tersebut memiliki keterkaitan dengan tingkat keamanan serta kekuatan suatu bank dalam menghadapi risiko operasionalnya. Artinya, bank dengan modal inti yang tinggi memiliki tingkat keamanan yang tinggi dalam mengelola dana nasabahnya. Begitupun sebaliknya.
Berdasarkan modal intinya, bank dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu KBMI 1, 2, 3, dan 4.
KBMI 1: Modal inti sampai dengan 6 triliun rupiah.
KBMI 2: Modal inti lebih dari 6 triliun rupiah hingga 14 triliun rupiah.
KBMI 3: Modal inti lebih dari 14 triliun rupiah hingga 70 triliun rupiah.
KBMI 4: Modal inti lebih dari 70 triliun rupiah.
Pengelompokan ini berlaku untuk bank berbadan hukum Indonesia, bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, unit usaha syariah bank, dan kantor cabang bank luar negeri (KCBLN). Untuk unit usaha syariah bank, ketentuan modal inti mengacu pada modal inti bank yang menjadi induknya.
Perubahan penggolongan bank umum ini jelas berpengaruh pada posisi atau kedudukan masing-masing bank. Sebelumnya dengan menggunakan kategori BUKU, terdapat delapan bank umum yang menduduki ‘kasta’ tertinggi. Namun dengan kategorisasi yang baru dengan KBMI, hanya terdapat empat bank umum saja yang menduduki posisi tertinggi, yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Central Asia (BCA), Bank Mandiri, dan Bank Negara Indonesia (BNI).
Perubahan sistem dari BUKU menjadi KBMI sempat membuat 5 bank “turun kasta”. Kelima bank tersebut adalah Bank CIMB Niaga, Bank Danamon, PaninBank, Bank Permata, dan Bank OCBC NISP. Kelima bank tersebut kini digolongkan menjadi KBMI 3.
Setelah aturan ini dibuat, ke depannya tidak akan ada lagi bank umum yang memiliki modal inti di bawah Rp1 triliun. Pada tahun 2021 modal inti bank umum yaitu sebesar Rp2 triliun, dan Rp3 triliun di tahun 2022. Oleh karena itu, untuk bisa memenuhi persyaratan terkait modal inti, banyak bank kecil yang melakukan right issue atau penambahan modal dari investornya.
Apabila bank tidak mampu memenuhi modal inti minimum sampai batas yang dimaksud, bank-bank tersebut harus “terdegradasi” dan berubah status dari bank umum menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Namun untuk bisa bertahan, opsi untuk menggabungkan bank atau merger juga dapat dilakukan.
PERBANKAN kelompok bank berdasarkan modal inti (KBMI) 4 berlomba-lomba menunjukkan performa lewat kinerja keuangan kuartal I 2023. Bank KBMI 4 merupakan bank dengan modal inti lebih dari Rp70 triliun, yaitu Bank Central Asia (BCA), Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Negara Indonesia (BNI).
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) hingga akhir kuartal I 2023 mencetak laba konsolidasi (BRI Group) sebesar Rp15,56 triliun, tumbuh 27,37% (yoy). Aset BRI Group tumbuh 10,46% yoy menjadi Rp1.822,97 triliun.
"Dari sisi penyaluran kredit, kontributor utama tetap di segmen mikro yang tumbuh 11,18% sehingga total kredit dan pembiayaan BRI Group menjadi sebesar Rp1.180,12 triliun," kata Direktur Utama PT Bank R....
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
Wenn dies deiner Meinung nach nicht gegen unsere Gemeinschaftsstandards verstößt,
ILUSTRASI. OJK mencatat pertumbuhan aset di industri perbankan nasional mencapai 5% secara tahunan/pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/0411/2021.
Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan aset di industri perbankan nasional mencapai 5% secara tahunan (year on year/yoy) dengan nilai total aset mencapai Rp 11.427,96 triliun pada tahun lalu per November 2023. Pertumbuhan aset tersebut sejalan dengan tren kenaikan penyaluran kredit perbankan yang sebesar 10,38% yoy pada tahun lalu.
Bank dengan kategori modal inti (KBMI) IV menjadi bank dengan penguasaan aset terbesar yakni dengan porsi aset 50% dari seluruh total aset di industri bank nasional dengan total nilai aset Rp 5.742,33 triliun.
Masing-masing bank di KBMI 4 bahkan telah mencatatkan total nilai aset di atas Rp 1.000 triliun di tahun lalu.
Baca Juga: The Fed Pertahankan Suku Bunga, Bagaimana Dampaknya Terhadap Pasar Kripto?
PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi jawara dengan nilai aset terbesar secara konsolidasi yakni mencapai Rp 2.174,22 triliun atau tumbuh 9,11% yoy sepanjang tahun 2023. Sementara itu secara bank only, Bank Mandiri mencatat nilai aset Rp1.688,85 triliun atau tumbuh 6,93% yoy.
Di posisi kedua ada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang secara konsolidasi mencatat nilai aset sebesar Rp 1,965 triliun, tumbuh 5,33% yoy. Namun jika melihat nilai total aset secara bank only, BRI justru menjadi jawaranya dengan total aset sebesar Rp1.835,24 triliun pada 2023 lalu atau tumbuh 4,81% yoy.
Selisih total aset Bank Mandiri dengan BRI secara konsolidasi terpaut cukup jauh yakni sekitar Rp209,22 triliun pada 2023, bahkan gap tersebut naik dari Rp 126,91 triliun di akhir 2022. Hal ini disebabkan berbagai hal, salah satunya pertumbuhan kredit Bank Mandiri yang lebih tinggi 16,3% dibandingkan BRI yang tumbuh 11,2% yoy, serta kontribusi dari anak usaha masing-masing perseroan.
Sejalan dengan itu para bankir optimistis pertumbuhan aset yang berkualitas akan sejalan dengan pertumbuhan penyaluran kredit tahun 2024.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan didorong oleh perekonomian Indonesia yang bakal tumbuh dengan baik di 2024, pihaknya menargetkan pertumbuhan kredit di kisaran 13%-15%, dengan strategi memperkuat kompetensi penyaluran kredit di segmen wholesale banking.
Sementara itu Direktur BRI Sunarso menyebut target kredit agresif di kisaran 11%-12% yoy dengan menyasar segmen pertumbuhan baru dari sektor ultra mikro.
Selanjutnya di posisi ketiga dengan total aset terbesar diisi oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan nilai aset secara konsolidasi sebesar Rp 1.408 triliun, tumbuh 7,1% yoy. Sementara secara bank only nilai aset BCA sebesar Rp 1.370,87 triliun atau tumbuh 6,82%.
Adapun PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) berada di posisi keempat dengan total nilai aset Rp1.086,66 triliun atau tumbuh 5,52%, sementara secara bank only nilai aset BNI mencapai Rp 1.048,73 triliun atau tumbuh 5,13% yoy.
Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggaraini mengatakan tahun ini pihaknya bakal konsisten mendorong pertumbuhan kredit yang berkualitas untuk menjaga pertumbuhan aset bank yang berkualitas.
Baca Juga: Ini Bank-bank Paling Efisien di Indonesia
“BNI akan konsisten dalam membukukan pertumbuhan kredit yang berkualitas dari segmen konsumen, Corrporate dan UMKM sehingga kualitas aset akan sehat dalam jangka panjang,” kata Novita.
Sejalan dengan itu BNI menargetkan pertumbuhan kredit di kisaran 9% sampai 11% pada tahun 2024.
Untuk menjangkau lebih banyak debitur, BNI bakal memperluas digitalisasi sejalan dengan proses pengembangan bisnis dengan transaksi yang lebih Advannce.
“Transformasi cabang hingga peningkatan skala bisnis perusahaaan anak yang memungkinkan BNI memiliki proposisi nilai atau value proposition dan customer injection yang unggul,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Reporter: Nurtiandriyani Simamora Editor: Herlina Kartika Dewi
ILUSTRASI. Kinerja bank berdasarkan modal inti (KBMI) 3 sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini terlihat lebih buruk dari bank KBMI 4./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/18/11/2019.
Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kinerja bank berdasarkan modal inti (KBMI) 3 sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini kurang memuaskan. Sebagian besar bank di kelompok ini mencatatkan penurunan kinerja di tengah peningkatan beban bunga.
Jika dilihat dari laporan kuartalan bank KBMI 3, lima bank tercatat mengalami penurunan laba bersih. Pertumbuhan laba hanya ditorehkan oleh Bank CIMB Niaga, Bank OCBC NISP, Bank Syariah Indonesia (BRIS), dan Bank Permata.
PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) mencatatkan laba bersih senilai Rp 5,13 triliun hingga kuartal III 2024. Nilai tersebut tumbuh 4,7% secara tahunan atau year on year (YoY) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang ada di Rp 4,95 triliun.
Baca Juga: Risiko Kredit Macet Tetap Mengintai Perbankan, Meski Rasio NPL Membaik
Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan mengatakan, perolehan laba ini diiringi dengan penyaluran kredit yang naik 6,4% YoY menjadi Rp 218,6 triliun, terutama dari pertumbuhan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang naik 9,4 % YoY, diikuti oleh perbankan korporat yang tumbuh 7,1% YoY, dan Perbankan Konsumer meningkat 5,4% YoY.
"Kenaikan tertinggi di kredit atau pembiayaan retail terutama dikontribusikan dari pertumbuhan Kredit Pemilikan Mobil (KPM) yang meningkat sebesar 18,2 persen YoY," kata Lani dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (2/11).
Adapun PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) membukukan laba bersih sebesar Rp 5,11 triliun hingga kuartal-III 2024. Angka tersebut naik 21,60% apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengatakan pencapaian tersebut tak lepas dari pertumbuhan bisnis yang sehat. Hingga kuartal-III 2024 pendapatan margin bagi hasil BSI mencapai sebesar Rp 18,41 triliun, tumbuh sebesar 1,98% YoY.
Selain itu, indikator profitabilitas mengalami kenaikan dilihat dari Return on Asset (ROA) yang mengalami kenaikan sebesar 12 basis poin year to date mencapai sebesar 2,47% dan Return on Equity atau ROE tercatat di level 17,59 persen, naik dari September 2023 di angka 16,85%.
Baca Juga: Kinerja Mobile Banking Bank KBMI 4 Melesat, Siapa Pemimpin Transaksi Tertinggi?
"Dengan demikian BSI mampu membukukan laba bersih kuartal ketiga 2024 sebesar Rp 5,11 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 21,60% secara YoY," kata Hery.
Sementara PT Bank OCBC NISP Tbk (OCBC) membukukan laba bersih Rp 3,82 triliun pada akhir September 2024, meningkat 25,24% YoY.
Pertumbuhan laba bersih ini didorong oleh pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) yang naik sebesar 10,03% YoY menjadi Rp 8,12 triliun, seiring dengan penurunan beban cadangan kerugian penurunan nilai atas aset keuangan.
Pertumbuhan kinerja ini juga didukung dari aksi korporasi perseroan yang telah mengakuisisi PT Bank Commonwealth (PTBC) pada Mei 2024.
“Memasuki kuartal ketiga tahun ini, bank semakin tangguh dengan mencatatkan kinerja yang tumbuh secara konsisten. Pertumbuhan aset yang mencapai 16% dan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 8% mencerminkan kepercayaan nasabah yang semakin besar terhadap OCBC," ungkap Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur OCBC.
PT Bank Permata Tbk. (BNLI) juga membukukan pertumbuhan laba bersih 30,1% YoY mencapai Rp2,8 triliun pada kuartal III-2024.
Direktur Utama Bank Permata Meliza M. Rusli menyampaikan angka positif tersebut terutama didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit kepada segmen korporasi, komersil, dan konsumer. Kolaborasi dengan Bangkok Bank juga turut menyokong kinerja.
Baca Juga: Cermati Sektor-Sektor Menarik di Musim Laporan Keuangan Kuartal III 2024
“Penyaluran kredit yang dilakukan secara fokus dan konsisten dengan prinsip kehati-hatian menghasilkan pertumbuhan kredit sebesar 8,6% menjadi Rp150,8 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,” katanya.
Adapun bank yang mengalami kontraksi laba, di antaranya Bank Danamon dengan penurunan sebesar 8,9%, Bank BTPN sebesar 4,7%, Bank Panin 19%, Maybank Indonesia 55,2%, dan Bank Mega sebesar 28,5%.
Analis Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji menilai, pergerakan harga saham nya yang relatif liquid ada Bank Niaga, Bank Danamon, dan BRIS.
"Kalau menurut saya dalam manfaatkan kondisi pergerakan harga, misalnya kalau BDMN kan sideways ya, primary trendnya. Tapi jika dalam keadaan bullish atau uptrend, memang saya melihat ada Bank CIMB Niaga, dan BRIS. Kalau sisanya untuk bank-bank lainnya memang harus ada tuntutan untuk melakukan aksi korporasi dalam rangka meningktkan likuiditas," ungkap Nafan kepdaa kontan.co.id, Minggu (3/11).
Misalnya kata Nafan dengan melakukan rights issue, pendanaan, dan merger. Seperti merger yang dialami oleh NISP, dan Bank Commonwealth. Nafan melihat, untuk saham NISP memang sempat bullish, tapi bullishnya juga karena faktor merger. "Merger kan berakhir, jadi sentimennya juga berakhir," katanya.
Lebih lanjut Nafan menjelaskan, terkait kinerja fundamentalnya semuanya tergantung bagaimana perbankan tersebut bisa mampu meningkatkan ekspansi bisnis. Baik itu dalam bentuk lendings maupun juga savings.
Baca Juga: Perbankan Berlomba Menggenjot Mobile Banking
Juga secara umum, secara makro. Jika melihat tren penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia ke depan disebut Nafan akan terbuka lebar. Hal ini sering dengan adanya kebijakan bank sentral global dalam rangka menurunkan suku bunga acuan.
"Paling ini diharapkan bisa mampu meningkatkan likuiditas. Dengan demikian maka bank-bank tersebut diharapkan bisa mampu menjalankan ekspansi bisnisnya. Dalam hal ini ekspansi kredit. Sehingga bisa memperkuat kinerja net interest margin ke depannya," imbuhnya.
Sementara, Investment Consultant Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada mengatakan, saham-saham bank lapis dua yang menarik dikoleksi jika melihat kinerja keuangannya yang positif di kuartal III di antaranya saham NISP, BNLI, BNGA, dan BRIS.
Menurutnya, dengan fundamental yang kuat dan pertumbuhan yang konsisten, saham NISP memiliki prospek yang positif, sementara saham BNGA memiliki valuasi yang murah dengan Price Earning Ratio (PER) dan Price Book Value (PBV) yang masih di bawah rata-rata industri, menjadikannya pilihan yang menarik.
"Adapun saham BNLI masih menarik untuk dipertimbangkan karena memiliki potensi untuk tumbuh lebih lanjut. Secara keseluruhan, meskipun beberapa bank mengalami penurunan laba, prospek saham bank lapis dua masih menarik karena valuasi yang relatif murah dan fundamental yang kuat," kata Reza.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Reporter: Selvi Mayasari Editor: Handoyo .
Sastrawati , T. ., & Muchtar, S. (2024). Pengaruh Macroeconomi dan Bank Specific terhadap Non- Performing Loans pada Bank KBMI 3 yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. El-Mal: Jurnal Kajian Ekonomi & Bisnis Islam, 5(4), 2469–2476. https://doi.org/10.47467/elmal.v5i4.1096